Beranda | Artikel
Bahaya Menggunakan Akal Tidak Pada Tempatnya
Senin, 2 Agustus 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Bahaya Menggunakan Akal Tidak Pada Tempatnya adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 23 Dzulzijjah 1442 H / 02 Agustus 2021 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Bahaya Menggunakan Akal Tidak Pada Tempatnya

Ibnul Jauzi berkata bahwa orang yang bertaqlid itu sejatinya tidak benar-benar meyakini kebenaran pendapat yang diikutinya. Bahkan dengan bertaqlid seseorang telah menyia-nyiakan fungsi akalnya. Karena akal itu diciptakan untuk berpikir, merenung, tadabbur, memahami dan meneliti. Maka tercela orang yang diberi akal tapi tidak menggunakannya untuk memahami. Seperti tercelanya seseorang yang diberi lilin untuk menerangi jalan namun dia malah memadamkannya dan memilih berjalan dalam kegelapan. Seperti itu perumpamaan orang-orang yang mematikan fungsi akalnya.

Pada umumnya orang-orang yang bertaqlid kepada satu mazhab, dia akan mengagungkan tokohnya. Kemudian mereka pun mengikuti pendapatnya tanpa merenungi isi ucapannya. Ini bisa menyeret manusia kepada kesehatan. Sebab seharusnya yang perlu diperhatikan adalah perkataan, bukan yang berkata. Hal ini sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalib:

يا حارث إنه ملبوس عليك إن الحق لا يعرف بالرجال، اعرف الحق تعرف أهله

“Wahai Harits, sesungguhnya kebenaran itu tidaklah diketahui dengan ketokohan seseorang. Akan tetapi berusahalah untuk memahami kebenaran itu, niscaya kamu akan mengetahui siapa-siapa yang berada diatas kebenaran itu.”

Ini kata-kata yang menjadi rujukan bagi kita untuk tidak mengkultuskan atau melebih-lebihkan seseorang sehingga menjurus kepada taqlid atau kultus individu.

Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan: “Di antara tanda sempitnya ilmu seseorang adalah sikap taqlidnya atas orang lain dalam perkara aqidah.” Bagaimana dengan orang-orang awam yang tidak tahu dalil? Bagaimana mungkin mereka tidak boleh bertaqlid? Maka beliau menjawab bahwa dalil dalam perkara aqidah sangatlah jelas.

Kalau kita lihat di dalam buku-buku aqidah, tidak ada pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan ijtihadiyah, perkataan fulan dan alan, tapi berisi dalil-dalil dari Qur’an dan Sunnah. Dalil semacam itu tidaklah samar bagi orang yang berakal, sangat jelas.

Berbeda dengan masalah-masalah fiqhiyyah. Karena begitu banyaknya kasus dan masalah-masalah yang ada di situ, maka tentu saja sulit bagi orang-orang awam untuk mengetahuinya. Bahkan besar kemungkinan dia bisa saja salah memahaminya. Maka dari itu yang paling maslahat bagi orang awam adalah dia mengikuti ijtihad seorang ulama yang telah mendalami dan mengkaji ilmu agama secara luas dalam masalah tersebut.

Oleh karena itu dalam bab aqidah tidak ada alasan untuk bertaqlid. Hal ini kalau dia mau berfikir dengan kemampuan berfikir yang paling rendah sekalipun. Karena ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan aqidah juga sangat jelas, tidak susah untuk dipahami, tidak perlu ijtihad untuk memahami itu.

Tidak Menggunakan Akal Pada Tempatnya

Setelah iblis berhasil menyesatkan orang-orang jahil dengan menjerumuskan mereka ke dalam kubangan taqlid dan menggiring mereka layaknya binatang ternak. Ia melirik orang-orang berilmu lalu berusaha untuk menyesatkan mereka sesuai dengan kadar kemampuan dirinya dalam menguasai orang-orang tersebut.

Di antara mereka ada yang digoda oleh iblis untuk menganggap buruk sikap taqlid tersebut dan diperintahkan untuk berpikir. Lalu iblis mulai menyesatkan setiap individu dengan kecerdikannya dalam menggoda. Di antara mereka ada yang diperlihatkan oleh iblis bahwa mengikuti lahiriyah syariat adalah suatu kelemahan. Lalu iblis menggiring mereka untuk mengikuti ajaran-ajaran ilmu kalam yang terlalu membesar-besarkan dan mendewakan akal.

Ketika ada sebagian orang yang tidak tahu batas akalnya, maka iblis datang dari sisi itu. Yaitu mereka menolak bertaqlid tapi dia tidak tahu batas akalnya. Maka iblis melirik orang yang sepertinya pintar, pandai dan punya kemampuan berpikir yang lebih ini untuk menggunakan akal tidak pada tempatnya atau untuk berpikir secara liar. Maka disesatkan oleh iblis dari jalan yang lain. Ketika mereka menganggap buruk sikap taqlid dan mendorong untuk berpikir, mereka digiring untuk berpikir secara liar. Sehingga iblis akan terus berupaya menyesatkan mereka hingga benar-benar mengeluarkan mereka dari Islam.

Kita tahu banyak tokoh-tokoh ilmu kalam yang akhirnya bingung tentang Rabb yang mereka sembah. Seperti Al-Amidi pernah meninggalkan shalat selama 40 hari karena dia ragu tentang Rabb yang dia sembah. Ini akibat mendalami ilmu filsafat.

Orang-orang seperti ini disesatkan iblis dengan akalnya. Maka akal harus ditempatkan dengan tepat dan digunakan menurut fungsinya sehingga membimbing dan menuntun seseorang kepada kebenaran, bukan kepada kesesatan dan kebatilan.

Jadi satu sisi orang-orang tidak menggunakan akalnya sama sekali. Disisi yang lain sebagian orang menggunakan akalnya secara liar, tidak mengerti batas-batasnya. Yang selamat adalah mereka yang menggunakan akalnya dan tahu batasnya.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50487-bahaya-menggunakan-akal-tidak-pada-tempatnya/